UNIVERSITAS GUNADARMA

Kamis, 24 Februari 2011

BUDAYA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA




Dari sudut kekayaan budayanya, Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya multietnis, dengan lebih dari 100 etnis atau subetnis. Tercatat juga 583 bahasa dan dialek lokal di seluruh Indonesia, dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Indonesia juga merupakan negara multireligius di mana terdapat berbagai agama, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam.
Hal-hal tersebut adalah realitas-realitas obyektif atau kenyataan-kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia adalah negara besar dan plural. Besar karena, wilayahnya yang amat luas dan jumlah penduduknya yang demikian banyak. Plural, karena kenekaragaman budaya (suku/etnis, ras, adat-istiadat, bahasa dan agama), yang secara filosofis terungkap dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Bangsa hadir, bukan dikarenakan ada kesamaan budaya, suku, ras, etnisitas, agama dan pertimbangan-pertimbangan primordial lain, tetapi lebih pada adanya kesamaan nasib dan keinginan untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas bangsa. Dalam konteks ini maka bangsa adalah sebuah komunitas pasca-primordial yang di dalamnya realitas pluralisme atau kenyataan kemajemukan bangsa bukan lagi dipandang sebagai masalah, tetapi sebuah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dan justru merupakan modal utama bangsa itu.
Gillin dalam Soekanto (2002:71-104) menjelaskan ada dua golongan proses sosial sebagai akibat interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan proses disasosiatif.



Proses asosiatif adalah sebuah proses yang terjadi saling mengerti dan kerja sama timbal balik antara orang per orang atau kelompok satu dengan yang lainnya. Proses asosiatif tersebut antara lain, kerja sama dan akomodasi. Beberapa bentuk kerja sama adalah gotong- royong dan kerja bakti, bargaining, co-optation, coalition, joint-venture. Adapun akomodasi menurut Bungin (2006:60) adalah proses sosial yang memiliki dua makna, yaitu :

(a) proses sosial yang menunjukkan pada suatu keadaan yang seimbang (equilibrium) dalam interaksi sosial antara individu dan antarkelompok dalam masyarakat, terutama yang menyangkut norma-norma dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut;

(b) menuju pada suatu proses yang sedang berlangsung, misalnya meredakan pertentangan yang terjadi di masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi adalah coercion, compromise, mediation.
           
Proses akomodasi berlanjut pada proses asimilasi, yaitu proses pencampuran dua atau lebih budaya yang berbeda sebagai akibat dari proses sosial, yang kemudian menghasilkan budaya sendiri yang berbeda dengan budaya asalnya. Proses asimilasi ini penting dalam kehidupan masyarakat yang individunya berbeda secara kultural.
Bungin (2006:62) menjelaskan proses asimilasi terjadi apabila ada :

1. Kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaannya,

2. Individu sebagai warga kelompok bergaul secara intensif untuk waktu yang relatif lama,

3. Kebudayaan dari masing-masing kelompok saling menyesuaikan terakomodasi satu dengan  lainnya,

4. Menghasilkan budaya baru yang berbeda dengan budaya induknya.

Proses sosial disasosiatif merupakan proses perlawanan yang dilakukan individu-individu dan kelompok dalam proses sosial di antara mereka pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk proses ini adalah persaingan, kontroversi, dan konflik. Persaingan adalah proses sosial individu atau kelompok berjuang dan bersaing mencari keuntungan pada bidang kehidupan yang menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian publik namun tanpa ancaman dan kekerasan. Kontrovesi adalah fenomena yang menggambarkan persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Konflik adalah proses sosial individu atau kelompok yang menyadari memiliki perbedaan, misalnya ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, prinsip, politik, ideologi, atau kepentingan dengan pihak lain. Perbedaan ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.
Budaya nasional yang supraetnis, berdasarkan hakikat unsur dan proses pembentuknya, harus mempunyai daya cakup yang luas sehingga meliputi seluruh rakyat dan wilayah Indonesia. Dalam lingkungan budaya nasional yang supraetnis demikian, setiap orang Indonesia tidak mendapat perlakuan diskriminatif. Budaya demikian diharapkan dapat memberikan rasa kesatuan dan persatuan bagi setiap WNI, yang merupakan perekat yang sangat diperlukan, terutama akhir-akhir ini, ketika marak terdengar keinginan kelompok-kelompok tertentu di tanah air untuk memisahkan diri dalam negara-negara bagian.



sumber : http://nobertha.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar